PWM Sulawesi Tengah - Persyarikatan Muhammadiyah

 PWM Sulawesi Tengah
.: Home > Artikel

Homepage

Rusdy Toana, Merintis Muhammadiyah di Sulawesi Tengah

.: Home > Artikel > PWM
25 Desember 2015 22:11 WIB
Dibaca: 2554
Penulis :

Rusydi Toana mengaktifkan Muhammadiyah Cabang Palu sampai terbentuk Pimpinan Muhammadiyah Wilayah Sulawesi Tengah. Dari terbentuknya Muhammadiyah Wilayah Sulawesi Tengah ini, beliau mulai merintis dan membangun amal usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan, mulai dari Taman Kanak-Kanak hingga perguruan tinggi. Semua amal usaha itu dibawah naungan Muhammadiyah Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah. 

 

Drs. H. Rusdy Toana, lahir di Parigi 9 Agustus 1930, merupakan anak ketiga dari 9 bersaudara. Ayahnya adalah seorang pejuang kemerdekaan bernama Abd. Wahid Toana. Rusdy kecil, ketika masih di kampung Maesa, Kabupaten Parigi sekarang, tidak banyak orang tahu bahwa kelak, dia akan menjadi seorang tokoh pejuang. Hidupnya sangat sedehana, penurut, selalu mencari tahu sesuatu yang belum dimengerti, bergaul dengan teman sebayanya. Di lebih banyak dibesarkan di kampung Tokorondo ketika pergolakan politik melawan Belanda di Parigi semakin gencar. Keluarga mereka terpaksa mengungsi ke Tokorondo yang dianggap paling aman saat itu.
 
Di desa Tokorondo, dia belajar dan berjuang, mulai belajar Al-Qur’an, bekerja keras membantu orangtuanya di sawah untuk menghidupi keluarga bersama saudara-saudara lainnya. Jarang ditemukan anak sebayanya mau terus-menerus bekerja sambil belajar, apalagi kondisi lingkungan yang gelap gulita di malam hari, obor kecil yang menempel di dinding gamaca rumah mereka tempat berkumpul pada malam hari bukti kuat kalau mereka itu adalah pekerja-pekerja keras dimasa kecilnya, itulah diwariskan Abd. Wahid Toana kepada putra-putranya saat itu. 
 
Menjelang berakhirnya Perang Dunia II, bersama teman-temannya, Dg. Ruda Lamakarate, Thayib Abdullah, Abdul Rahman Malu, AB.Lawira, dan Mohammad Lahami, mendirikan organisasi pelajar dengan nama Syarikat Pelajar Luar Daerah (SPELDA). Rusdy Toana dan Mohammad Lahami menerbitkan surat kabar Pelopor sebagai media pers penyebar ide kesatuan Sulawesi Tengah untuk pertama kalinya.
 
Ide kesatuan daerah Sulawesi Tengah tersebut, kemudian dinyatakan dalam Konferensi Denpasar 1948 dengan lahirnya Negara Indonesia Timur (NIT). Assistant Resident Donggala dan Assistant Resident Poso disatukan menjadi wilayah NIT dengan ibu kota negaranya di Poso dan Rajawali Pusadan sebagai Kepala Daerahnya.
 
Pasca proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, Rusdy Toana meninggalkan Gorontalo menuju Yogyakarta. Di sana beliau bergabung dengan Tentara Pelajar Brigade XVI Sulawesi dengan Komandan Mayjen Andi Matalatta. Disamping perjuangan bersenjata, guna menyalurkan minatnya yang luar biasa dan tak pernah padam terhadap menulis dan dunia jurnalistik, Rusdy Toana menerbitkan Majalah Bhakti sebagai suara pelajar yang sedang berjuang mengusir penjajah Belanda. Dengan penerbitan Majalah Bhakti itu, maka ide-ide para pelajar asal Sulawesi dapat dipantau dinamikanya. Para pelajar itu antara lain; Ibrahim Madylao, Palangkay dan Rusdy Toana yang berasal dari Poso dan Donggala.
 
Setelah aksi bersenjata Tentara Pelajar berakhir, maka Rusdy Toana dan kawan-kawan menekuni kuliah di Universitas Gajah Mada dan kembali memasuki dunia jurnalistik di majalah Suara Ummat Yogyakarta dan Media HMI.  
 
Pada tahun 1950 Negara Indonesia Timur disatukan ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sulawesi Tengah berubah statusnya menjadi kabupaten, yang kemudian dipecah menjadi Kabupaten Donggala dan Kabupaten Poso dalam Provinsi Sulawesi yang berpusat di Makassar. 
 
Selanjutnya di Yogyakarta dibentuk perkumpulan Keluarga Mahasiswa/Pelajar Sulawesi Tengah Yogyakarta dengan ketua Rusdy Toana. Tahun 1957 di Jakarta di bentuk Ikatan Keluarga Sulawesi Tengah dengan pengurusnya antara lain Rusdy Toana, Djalaluddin Lembah, Ishak Moro, Thoyib Abdullah. Tahun 1957 itu merupakan puncak perjuangan pembentukan Provinsi Sulawesi Tengah. 
 
Darah juang yang terus-menerus melekat pada diri Rusdy Toana membuat beliau mengambil langkah-langkah pendukung untuk merealisasikan cita-cita perjuangannya, salah satunya yaitu dengan kepindahan Rusdy Toana beserta keluarga ke Jakarta pada Tahun 1956. Di Jakarta, Rusdy Toana menjadi Wakil Pemimpin Redaksi Harian Abadi dan Majalah Mingguan Hikmah, yang menyuarakan aspirasi Partai Masyumi. Pada Tahun 1968 Rusdy Toana beserta Keluarga kembali ke Palu.
 
Mendirikan Untad dan UM Palu
Kemajuan masyarakat Sulawesi Tengah adalah cita-cita yang selalu digemakan Rusdy Toana. Pentingnya pendidikan untuk memajukan masyarakat Sulawesi Tengah menjadi agenda awal setelah kepulangannya dari Jakarta. Rusdy Toana bersama dengan Letkol M.Yasin, Danrem pada waktu itu, mempelopori berdirinya Universitas Tadulako Cabang Universitas Hasanuddin pada tanggal 8 Mei 1963 dengan rektor Drs. Nasri Gayur. Beliau juga memberikan nama Korem Sulawesi Tengah dengan nama Korem 132 Tadulako. 
 
Pendirian Universitas Tadulako dilalui oleh Rusdy Toana dengan penuh tantangan. Ketegaran beliau bagaikan batu karang di lautan yang kokoh tak tergoyahkan. Keikhlasan sikap dan sifat dalam menempuh tantangan tersebut akhirnya membuahkan hasil yang menggembirakan. Universitas Tadulako tetap berdiri hingga sekarang. Tidak hanya Universitas Tadulako, Universitas Muhammadiyah Palu pun beliau dirikan. Tantangan dari berbagai pihak pun sering dialaminya, baik tantangan internal maupun eksternal. Namun sekali lagi, hasil dari sebuah niat tulus karena Allah Swt, Universitas Muhammadiyah Palu tetap berdiri hingga saat ini. Selain itu, beliau menerbitkan koran stensilan dengan nama Suara Rakyat guna melawan paham-paham PKI dengan Mimbar Rakyat-nya. 
 
Beliau juga mengaktifkan Muhammadiyah Cabang Palu sampai terbentuk Pimpinan Muhammadiyah Wilayah Sulawesi Tengah. Dari terbentuknya Muhammadiyah Wilayah Sulawesi Tengah ini, beliau mulai merintis dan membangun amal usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan, mulai dari Taman Kanak-Kanak hingga perguruan tinggi. Semua amal usaha itu dibawah naungan Muhammadiyah Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah. 
 
Pada Tahun 1965/1966 Pemerintah Pusat mengeluarkan aturan mengenai koran lokal. Dimana setiap loran lokal harus berafiliasi dengan koran Jakarta. Maka, Suara Rakyat koran bentukan Rusdi Toana memutuskan untuk berafiliasi dengan media Muhammadiyah yaitu Mercusuar. Ahmad Basir Toana (adik kandung Rusdy Toana) sebagai salah seorang delegasi Front Pemuda Sulawesi Tengah mewakili Muhammadiyah/HMI untuk mengikuti Kongres Pemuda di Cipayung. Ahmad Basir Toana diberikan mandat untuk mengurus afiliasi Suara Rakyat menjadi Mercusuar Edisi Sulawesi Tengah. Proses panjang afiliasi ini melibatkan beberapa tokoh penting pada waktu itu, yaitu Sekjen Departemen Penerangan Brigjen Harsono, Menko Kesra Muljadi Djojomartono, Mintaredja, S.H., Mohammad Syafaat sebagai Pemimpin Redaksi Mercusuar Jakarta dan Lukman Harun dari PP Muhammadiyah Jakarta. Bantuan Fahmi Idris yang merupakan salah seorang pengurus HMI Jakarta, semua proses panjang nan sulit tersebut dapat dilalui. Akhirnya Surat Keputusan beralihnya Suara Rakyat menjadi Mercusuar Edisi Sulawesi Tengah dapat keluar. *** 
 

Tags: RusdyToana , TokohMuhammadiyahSulawesiTengah

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website